Jelang petang dan sepulang kantor, Dzuriyyah, menyempatkan diri mengurus tanaman di pekarangan depan rumah sembari memperhatikan anak asuhnya yang sedang belajar. Rinai hujan pun mengiringi petang kala itu.
Dengan tangan berlumuran tanah, sesekali Iyah, sapaan akrabnya, menepis lembaran helai rambutnya yang jatuh ke depan wajahnya. Pun menyeka butiran keringat di dahinya.
Dari kejauhan terdengar denting suara sendok yang didentingkan ke mangkok. Pertanda tukang bakso yang biasa lewat di depan rumahnya akan melintas.
“Anak-anak, siapa yang mau bakso ?”, tanya Iyah kepada anak-anak asuhnya yang umurnya antara 5 – 8 tahun. Ketiga anak asuhnya pun menjawab dan menoleh serentak ke arah Iyah. “Mau, bu…”, jawab ketiga anak asuhnya yang usianya berselisih antara 1-2 tahun.
“Pak, baksonya 4 (mangkok), ya! Yang 3 (mangkok) mienya jangan banyak-banyak”, kata Iyah kepada tukang bakso, sembari menyuruh peralatan belajar anak-anaknya segera dirapikan.
Tanpa kata dan hanya dengan senyum dan menganggukkan kepalanya, tukang bakso itu segera menyiapkan 4 mangkok bakso. Tak lebih 5 menit, bakso pun siap dan diantarkan ke pelanggannya.
10 menit lebih berlalu,….
“Berapa semuanya pak?”, tanya Iyah kepada, Kasdi, si tukang bakso yang selalu berpeci putih berkemeja lengan panjang sedikit lusuh dengan celana panjang semata kaki.
“Rp 40.000 semuanya, bu”, jawab pria yang usianya berkisar 60 an tahun itu.
“Ini pak (menyerahkan uang). Tapi maaf uangnya rame ini pak. (maksudnya, pecahan nominal uangnya berbeda-beda, ada Rp 1.000, 2.000, 5.000 dan 10.000). “Terima kasih ya, pak !” sambung Iyah.
“Iya bu, gak apa-apa. Sama-sama (terima kasih)”, jawab Kasdi dengan logat Jawa Ngapak-nya yang masih kentara.
Baca Juga : Sepatu Terakhir
Iyah pun kembali masuk dan menyapa anak-anak asuhnya untuk segera menyimpan peralatan belajarnya untuk disimpan ke (dalam) rumah. Petang yang semakin jelang, Iyah juga bergegas membereskan peralatan berkebunnya.
Sedangkan Kasdi, si tukang bakso itu tak langsung beranjak dan masih tegak di balik gerobak. Dari kejauhan di balik pohon Mangga yang tumbuh di pekarangan depan rumahnya itu, Iyah mengintip apa yang dilakukan Kasdi.
Iyah bergumam dalam hati ketika melihat Kasdi sedang memasukkan uang yang dari dia dimasukkan ke dalam 3 kaleng bekas susu berukuran sedang. “Kok uang itu dipisah-pisahkan ya?” gumam Iyah.
Penasaran, Iyah mendekati si tukang bakso dengan alasan untuk menutup pagar sembari menegur si tukang bakso. “Eh bapak masih di sini. Saya lihat dari jauh, kok bapak memisahkan uang dari (pembayaran) saya? Ada yang salah dengan uang saya, pak ?”, tanya Iyah sedikit agak terbata-bata agar Kasdi tidak tersinggung.
“Oh tidak, bu ! Saya seneng sekali dapat uang receh dari ibu tadi. Justru bisa langsung saya pisahkan”, jawab Kasdi dengan menambahkan senyuman ikhlasnya.
Iyah yang penasaran semakin tidak paham maksud dari si tukang bakso itu. “Oh gitu, pak”, sambung Iyah. “Tapi pak, kalo boleh tau, kenapa bapak pisahkan uang-uang itu? Apa (uang) itu langsung untuk cost belanja. Maksud saya, untuk beli daging, mie, bumbu, sudah langsung dipisahkan, gitu?”
“Gak, bu. Ini yang buat belanja lagi”, jawab Kasdi sembari menunjukkan kaleng ke hadapa Iyah.
“Lantas, yang dua kaleng itu?”, sembar Iyah.
Kasdi pun langsung menjelaskan dengan santai kepada pelanggan yang hampi setiap 2 pekan sekali, selalu membeli baksonya itu.
“(uang) di kaleng kedua ini saya menyisihkan sedikit dari setiap penjualan 1 mangkok bakso untuk saya berinfaq/sedeqah. Karena Alhamdulillaah, setiap setahun sekali saya berusaha supaya bisa berqurban di Hari Raya Idul Adha.
Ternyata, si tukang bakso ini sejak 19 tahun lalu ia mulai berjualan bakso, setiap tahunnya ia tak pernah absen berqurban seekor kambing. Qurban kambing itu ia bagikan ke masjid dan warga dekat tempat tinggalnya.
“Nah, yang kaleng satu lagi ini (kaleng ketiga), ini tabungan saya bu. Sama seperti isi di kaleng kedua, saya menyisihkan sedikit demi sedikit. Tapi yang ini bukan untuk qurban, tapi untuk cita-cita saya Insyaallaah atas izin Allaah, saya mau menunaikan haji. Tapi gak tau tahun berapa berangkatnya”, sambung Kasdi sembari meletakkan kembali ketiga kaleng-kaleng itu ke posisi semula di gerobaknya.
Mendengar penjelasan dari si tukang bakso, Iyah lega dan haru. Iyah bahkan tak hanya haru. Iyah terlihat seperti ‘terhipnotis’ oleh Kasdi.
“Saya permisi dulu, bu”, tutup Kasdi sembari mendorong gerobak dan mendentingkan kembali mangkoknya dengan sendok berkali-kali… ting…ting…ting…
Iyah yang terpaku sedikit gugup menjawab, “I..i..iya, pak”.
==========================================================
Cerita di atas mengajarkan kita bahwa belajar memperbaiki hidup bisa dari siapapun, dengan apapun. Keimanan dan ketaqwaan seseorang tidak ditentukan dari penampilan hidup.
Jawaban si tukang bakso telah membuktikan bahwa tidak ada usaha (halal) yang sia-sia, selagi nawaitu dan perilaku selalu berada di jalan Allaah Subhana Wa Ta’ala.
Sebagaimana Allah Ta’ala telah berfirman ;
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِين
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal (kepada-Nya). (QS : Ali ‘Imraan : 159)
Dan Rasulullaah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda ;
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Orang mukmin yang kuat (dalam iman dan tekadnya) lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing (dari keduanya) memiliki kebaikan, bersemangatlah (melakukan) hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mintalah (selalu) pertolongan kepada Allah, serta janganlah (bersikap) lemah….
Allah Ta’ala berfirman juga berfirman ;
Apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya hanya orang yang berakal saja yang dapat menerima pelajaran. [Az – Zumar : 9]
Allaah Ta’ala juga berfirman yang artinya,
Allaah telah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu dari kalian beberapa derajat. Dan Allaah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Al – Mujaadalah : 11]
[Cerita ini disadur dari : KisahInspiratif.com yang dipublis kembali versi redaksibengkulu.co.id]