RedAksiBengkulu.co.id, LEBONG – Bertempat di Ruang Rapat Hasrul Haharap Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Senin, (5/11/2018) Bupati Kabupaten Lebong, Rosjonsyah menyerahkan secara langsung dokumen Permohonan Pengakuan Hutan Adat untuk 12 kesatuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) atau Kutai yang berada di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Dokumen yang diserahkan berisi Lampiran Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Rejang di Kabupaten Lebong, 12 Surat Keputusan (SK) Bupati Lebong tentang Penetapan dan Pengakuan 12 Kesatuan MHA/Kutai, Peta Wilayah dan hutan adat serta dokumen hasil Identifikasi dan Verifikasi Panitia Penetapan MHA Rejang dan Surat Permohonan dari masing-masing Kutai.
“Luas Hutan di Kabupaten Lebong mencapai 75 % dari total wilayah administrasi. Kondisi ini memicu konflik antara masyarakat dengan kawasan hutan, pertambangan dan tata batas wilayah”, kata Bupati Lebong dalam pengantarnya di hadapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disaksikan oleh Sekretaris Jenderal KLHK, Ketua DPRD Lebong, Kepala BLH Lebong, Perwakilan 12 Kutai dari Lebong, MHA Mului Kalimantan Timur, MHA Malawi Kalimantan Barat, MHA Kesepuhan Cibarani Banten, HuMA, Akar Foundation, RMI, PADI, LBBT dan beberapa Direktorat di lingkup KLHK.
“Kami datang untuk menyerahkan dokumen permohonan pengakuan hutan adat,” kata Bupati yang bergelar Rajo Ki Karang Nio.
Pada kesempatan itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menyampaikan kepada perwakilan Masyarakat Hukum Adat untuk tidak meragukan komitmen dan keberpihakan Presiden Joko Widodo untuk pemenuhan rasa keadilan bagi rakyat, khususnya Masyarakat Hukum Adat.
“Jangan ragukan komitmen dan keberpihakan presiden untuk keadilan khususnya bagi Masyarakat Hukum Adat”, katanya.
Meskipun KLHK hanya melakukan analisis atas kerja-kerja pendampingan dan advokasi yang dilakukan oleh aktivis NGO, Menteri Siti Nurbaya juga meyampaikan untuk tidak meragukan langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian yang dipimpinnya, terutama untuk pengakuan Hutan Adat.
“Selama itu dalam koridor hokum, jangan diragukan kebijakan yang kami ambil,” lanjut Siti.
Sementara Ketua DPRD Kabupaten Lebong, Teguh Raharjo Eko Purwato yang turut hadir menyatakan, bahwa pengakuan Hutan Adat ini menjadi penting untuk mempersempit konflik atas tata kelola hutan di Kabupaten Lebong.
“Perda Nomor 4 Tahun 2017 tersebut kami sahkan didasari oleh aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang tujuannya untuk mempersempit ruang konflik tata kelola hutan ke depan”, kata Teguh.
Di sisi lain, Tokoh Masyarakat Embong I, Sa’udiyah, sebagai juru bicara 12 kutai menyatakan, selama ini masyarakat hukum adat di Kabupaten Lebong seperti berjalan di lorong gelap. Perubahan politik kehutanan seakan-akan membuka ruang bagi rakyat menapak masa depan yang lebih terang dalam memanfaatkan hutan. Saud juga menjelaskan, dokumen permohonan pengakuan Hutan Adat yang disampaikan oleh bupati tersebut adalah hasil kerjasama antara masyarakat yang didampingi oleh Akar Foundation dan mendapatkan dukungan dari pemerintahan daerah.
“Jika ada dokumen yang kurang segera kasih tahu kepada kami dan akan kami lengkapi”, tutup Sa’ud.[RILIS]