Ketua DPC AAI Bengkulu : Lebih Bahaya Lagi Perilaku Koruptif di Semua Elemen
RedAksiBengkulu.co.id, BENGKULU – Menanggapi perkara Gubernur Bengkulu H Ridwan Mukti beserta istrinya Lili Martiani Maddari dan 2 kontraktor yakni Rico Dian Sari (RDS) dan Jhoni Wijaya (JW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK RI beberapa waktu lalu, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bengkulu, Firnandes Maurisya menyatakan, bahwa yang lebih bahaya lagi sebenarnya adalah perilaku koruptif di semua elemen.
Kata Firnandes, sebenarnya setelah KPK menetapkan Bengkulu sebagai salah satu daerah rawan korupsi, harusnya sudah dilakukan pencegahan-pencegahan sejak dini.
“Poin pertamanya, saya melihat soal transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan dan pengelolaan anggaran baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota itu belum ada”, ujarnya, Senin (3/7/2017) di kediamannya.
Kalau transparansi dan akuntabilitas itu diterapkan, lanjut Firnandes, masyarakat dapat lebih mudah melihat dan mengecek anggaran-anggaran di pemerintahan maupun terkait proyek secara langsung.
Poin kedua, memang perilaku di masyarakat ini bisa dikatakan terbiasa dengan perilaku koruptif.
“Kita sama-sama pahami bahwa perilaku koruptif ini ada di semua elemen. Baik orang yang memberi maupun menerima korupsi dan ini lebih bahaya lagi. Hal ini yang sebenarnya harus sama-sama diperbaiki”, paparnya.
Sekarang ini yang terjadi sebenarnya adalah euforia korupsi yang ada, bukan substansi dalam proses penanganan atau penyelesaian terhadap persoalan korupsi yang ada di Bengkulu.
“Misalnya, orang senang kalau ada yang kena OTT KPK. Orang senang kalau ada yang dipidana kasus korupsi, tapi secara substansi apakah itu menyelesaikan masalah? Tidak. Karena masih banyak benang kusut di sekitar persoalan korupsi itu yang masih menjadi tanda tanya. Saya juga mendukung OTT yang dilakukan pihak KPK”, jelasnya.
Persoalan ini, sambung Firnandes, harus diselesaikan secara bersama-sama. Mulai dari seluruh stakeholder atau jajaran pemangku kepentingan dan elemen yang ada di Bengkulu.
“Mari benahi. Dan pembenahan ini harus dimulai dari pemimpin lalu diikuti oleh kelompok masyarakat”, sambungnya.
Disinggung soal transparansi anggaran melalui sistem elektronik budgeting (e-budgeting), Firnandes menjawab, jika memang pemerintah mau, harus didorong e-budgeting. Karena e-budgeting juga bukan sekedar tren. Akan tetapi, sistem e-budgeting itu salah satu bentuk mempublikasikan anggaran yang ada di provinsi.
“E-budgeting itu kan maksudnya, ini lho sumber dan realisasi anggaran yang ada di Provinsi Bengkulu. Dengan begitu, seluruh masyarakat akan mengetahui. Kalau selama ini kan, tidak”, ujarnya.
Kenapa harus e-budgeting? Firnandes menambahkan, jika saat ini sudah era modernisasi. Masyarakat juga sudah bisa dan mampu menggunakan barang elektronik/digital dengan baik.
Ini juga sebenarnya sebagai salah satu bentuk pemerintah menghindari perilaku-perilaku koruptif yang terjadi di kelompok masyarakat ini supaya bisa diawasi. Kalau yang mengawasi itu banyak orang, mereka akan berfikir untuk melakukan korupsi.
“Setidaknya juga, sebagai antisipasi dan untuk menghindari pemberian fee proyek atau kongkalingkong antara kontraktor dan penyelenggara negara”, tutupnya.
Laporan : Julio Rinaldi
Editor : Aji Asmuni


