
Rilis : Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD)
RedAksiBengkulu.co.id, BENGKULU – Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD) percaya, bahwa perempuan desa sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) mampu mengelola kawasan Taman Nasional yang ditetapkan sebagai Warisan ASEAN dan Warisan Dunia itu secara berkelanjutan. Mendukung perjuangan perempuan desa untuk memperoleh akses mengelola TNKS, KPPSWD membangun Jendela Perempuan Desa Situs Warisan Dunia.
“Banyak hal yang bisa dilakukan ibu-ibu (perempuan) tanpa merusak (TNKS),” kata Anggota KPPSWD Indah Purnama Sari, Sabtu (22/7/2017).
Jendela Perempuan Desa Situs Warisan Dunia adalah newsletter dinding yang dibuat untuk didistribusikan kepada para pemangku kebijakan dan ditempel di ruang-ruang publik di desa dan perguruan tinggi. Media yang akan diproduksi dengan periode bulanan ini berisikan artikel yang ditulis oleh anggota KPPSWD tentang pengetahuan dan suara perempuan desa sekitar TNKS. Edisi pertamanya mulai didistribusikan pada Jumat (21/7/2017) dan ditempel pada Sabtu.
Kepala Seksi Wilayah VI Balai Besar TNKS, Zainuddin, dan Wakil Bupati Rejang Lebong, H. Iqbal Bastari merupakan dua pemangku kebijakan yang sudah menerimanya.
“Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya sangat mendukung. Saya juga siap menemani untuk bertemu dengan pemerintah pusat. Termasuk siap membantu pembiayaan untuk dua orang,” kata Iqbal.

Penempelan perdana di Desa Pal VIII Kecamatan Bermani Ulu Raya dan Karang Jaya Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Penempelan di warung manisan dan lotek milik warga desa, Manisa, dilakukan bersama Kepala Desa Pal VIII Prisnawati dan Ketua Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan Hidup/TNKS “Maju Bersama” Rita Wati. Selain sarana berkomunikasi, Prisnawati juga berpendapat Jendela Perempuan Desa Situs Warisan Dunia bisa menjadi bagian dari akuntabilitas.
“Bukti bahwa ibu-ibu yang didukung oleh pemerintah desa memang sedang berjuang untuk bisa memanfaatkan kawasan TNKS,” kata Prisnawati.
Selama ini, pengetahuan perempuan relatif tidak mendapatkan pengakuan dan perempuan tidak memiliki akses untuk menyuarakan aspirasi dan memanfaatkan kawasan TNKS untuk kesejahteraan. Padahal, hak-hak tersebut merupakan bagian dari hak atas lingkungan hidup yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Ibu-ibu memiliki pengetahuan tentang apa saja (hasil hutan bukan kayu) untuk obat-obatan, pangan dan lainnya yang bisa diambil dari kawasan TNKS tanpa merusak kawasan TNKS,” ujar Indah.
Perempuan desa memiliki hubungan sangat erat dengan alam. Pengelolaan dan pemanfaatan alam yang dilakukan perempuan desa cenderung tidak bersifat merusak. Perempuan desa memiliki pengalaman dan pengetahuan bahwa kerusakan alam berdampak buruk terhadap kehidupan dan penghidupan.
“Kami juga ingin menyampaikan bahwa keterlibatan perempuan untuk menjaga dan melestarikan TNKS sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan perempuan,” tambah anggota KPPSWD, Ade Purnama Dewi.
Selain Desa Pal VIII dan Karang Jaya, desa yang bersentuhan dengan TNKS lainnya yang menjadi sasaran pendistribusian/penempelan adalah Desa Babakan Baru, Bangun Jaya, Tebat Tenong Luar, Pal 100, Pal VII, Bandung Marga, Mojorejo, Sambirejo, Air Duku dan Sumber Bening. Sedangkan 14 desa lagi yang juga bersentuhan dengan TNKS belum terjangkau.
“Dengan ditempel di tempat umum, semua orang punya kesempatan untuk membacanya,” kata Kasi Pelayanan Desa Karang Jaya, Derita Astuti yang juga terlibat menempel.