Laporan : Aji Asmuni
Bincang-bincang dengan Pendiri PB Alba Sport Dedek Sumarna
SETIAP orang ada masanya, begitu sebaliknya setiap masa ada orang-orangnya. Pepatah ini sering dijumpai dibanyak tulisan dan juga merupakan fakta dalam kehidupan. Termasuk juga dalam kehidupan seorang atlet, biasanya, ada masa kejayaan yang dilalui oleh seorang atlet.
Adalah Dedek Sumarna, mantan atlet sepakbola klub Persatuan Sepak Bola Rejang Lebong (Persirel) ini klubnya pernah berjaya di tahun 1975 – 1985. Jam terbang pertandingan klub bentukan dari atlet sepakbola di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu ini dulunya sangat luar biasa. Dulu, kenangnya, Persirel yang kala itu pernah dilatih oleh Marex Yonata, lebih banyak ‘merumput’ dengan klub bola dari provinsi luar.
Seiring berjalan waktu, kejayaan Persirel tiba diufuk senja. Meski atlet yang notabene pernah membawa harum nama daerah, baginya atlet hanyalah ‘pengakuan’ ketika di medan laga. Terlepas dari posisinya sebagai atlet, ia tetap warga biasa yang tentunya tak punya ‘pensiunan’ dari pemerintah. Namun hidup tetap harus dijalani dan nafkah keluarga pun harus diraih.
Di 1986, Dedek pun mencoba ‘banting stir’ ke bisnis perfilman, yakni membuka gedung Bioskop. Ia rela memapas bagian belakang rumah panggungnya untuk dijadikan gedung tertutup (indoor). Namun bisnis yang sempat dilakoninya itu serasa tidak sehoki jatidirinya sebagai atlet atau olahragawan.
“Waktu itu, biaya yang dikeluarkan untuk membangun indoor itu sekitar Rp 60 jutaan. Sekitar 3 tahun berjalan, bisnis bioskop itu akhirnya tutup,” kenang Dedek.
Singkat cerita, gedung indoor yang sudah terbangun tidak mungkin dibongkar. Barulah di 2001, Dedek akhirnya menghidupkan gedung itu kembali untuk sarana bermain bulu tangkis (badminton). Ia pun melabeli gedung itu PB (Persatuan Bulu Tangkis) Alba Sport. Nama Alba, sambung pria berambut kriting ini, merupakan singkatan dari Allaah Maha Besar.
Ditanya apa alasannya memilih badminton? Dedek menjawab, sebagai olahragawan ia berfikir, aktivitas olahraga tidak akan pernah habisnya. Karena setiap orang, dari generasi ke generasi butuh raga sehat. Kok harus badminton? Badminton, kata bapak dari 5 anak ini, olahraga yang memasyarakat. Semua kalangan dari usia dini hingga yang tua bisa melakukannya. Badminton juga tidak mengenal ‘kasta’.
“Yang main waktu itu, selain saya dan anak-anak, tetangga juga sering main. Gratis. Terus seiring waktu, banyak penghobi badminton main di sini. Akhirnya, karena penghobi badminton ini ingin sering memakai gedung, mereka pun menyewanya. Waktu itu cuma 1 klub, dan seingat saya bayarannya Rp 15.000/klub per bulan,” paparnya sambil memperlihatkan foto Gedung Alba Sport kepada RedAksiBengkulu.co.id
Tak Semata Melatih dan Menanam Nilai Sportifitas, Namun Prioritaskan Pembentukan Karakter Atlet
2016, sedikitnya Alba Sport yang beralamat di Jalan S. Parman No 85 Kelurahan Talang Benih Curup ini, sudah mengasuh 50 atlet badminton pemula. Paling rendah usia anak-anak yang berlatih, 7 tahun. Sedangkan untuk klub yang berlatih sudah mencapai 20 klub. Sementara untuk pelatih tetap saat ini 3 orang, yakni Feri Valentina (putra ke-4 Dedek), Haris (asuhan Alba) dan Dedek sendiri.
Menariknya di Alba Sport ini, Dedek tidak semata melatih pebadminton pemula soal teknis dan trik bermain badminton, termasuk juga tidak semata menanam nilai sportifitas. Namun yang diutamakan terlebih dulu yaitu pembentukan karakter dari pebadminton itu.
“Kami di sini azas kekeluargaan. Dalam artian, anak-anak pebadminton pemula kami ajarkan tata krama, etika dan sopan santun kepada yang lebih tua. Makanya, siapa pun anak-anak yang pernah diasuh di sini, ketika mereka sudah tidak lagi di sini, Alhamdulillaah mereka masih selalu ingat dan masih bersilaturahmi dengan kami,” beber Dedek.
Bagi yang ingin bergabung, sambungnya sambil mengeluarkan berkas-berkas, biaya pendaftaran Rp 100 ribu/orang. Bulanannya, untuk pemula, Rp 85.000 – 100 ribu/orang. Namun untuk member yang privat, bulanannya Rp 150 ribu/orang.
Keterbatasan Sarana dan Prasarana Bukan Alasan Menelurkan Atlet Berkualitas
Bicara soal prestasi dan jam terbang Alba Sport, meski belum sampai menelurkan atlet hingga kelas internasional, setidaknya Alba Sport sudah melalui banyak even-even. Mulai tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional.
Diantaranya, peringkat 8 besar tingkat pemula pada Turnamen Bulu Tangkis SGS Bandung, 2006. Dan kebetulan anak Dedek, Feri Valentina yang ketika itu baru saja tamat SD mengikuti even ini. Lalu di 2010, atlet asuhan Alba Sport, Wahyu Hendri, pernah mengikuti Turnamen SGS PB Djarum. Beberapa kali dalam momen Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) juga diikuti dari atlet asuhan Alba Sport.
“2016, anak saya sendiri (Feri Valentina) pernah mengikuti Pra PON (Pekan Olahraga Nasional). Kalau dia lolos waktu itu, bisa tembus ke PON. Sayangnya dia gugur. Tapi Alhamdulillaah ia mendapat medali emas, tapi cuma batas tingkat Provinsi Bengkulu,” terangnya sembari memperlihatkan medali kepada RedAksiBengkulu.co.id.
Di sisi lain, meski dengan segala keterbatasan, Alba Sport mampu bersaing dengan klub serupa lainnya. Ini dibuktikan, sepekan lalu, kata Dedek, sekitar 45 orang atlet badminton pemula asuhan Wahana Sport Lubuklinggau, Sumatera Selatan, sparing di Alba Sport.
“Bagi kami ini suatu kehormatan. Karena sarana dan prasarana kami yang kami akui masih di bawah standar ini, tidak sungkan dari klub lain mau berkunjung ke tempat kami. Dan Alhamdulillaah-nya lagi, anak-anak asuhan kami tidak kalah kualitas permainannya,” jelas Dedek lagi.
Tentunya, Dedek masih terus banyak berharap Alba Sport menelurkan atlet-atlet muda badminton yang berkualitas dan siap menjadi petarung di kancah nasional maupun internasional. Meski, diakui Dedek, banyak kendala yang dihadapi terutama persoalan sponsor. Satu sisi Dedek juga bersyukur, bahwa dari 5 anaknya, 2 diantaranya selain Feri Valentina yang kini melatih, anak bungsunya Cyntami Revita Sari juga sebagai atlet badminton.
“Terus terang selama ini kami kurang sponsor. Perhatian pemerintah pun demikian. Walau begitu, kami tetap komitmen dan mengalir saja. Toh, dengan apa adanya kami kini, kami masih mampu dan terus berkarya. Soal kualitas, kami rasa tidak kalah saing,” tutup Dedek.[**]