(Haruskah) Pulau Tikus Ganti Nama ?

0
42
Pulau Tikus [Foto : Bruce Levick/flickr]

RedAksiBengkulu.co.id, BENGKULU – Wacananya Walikota Bengkulu, Helmi Hasan, ingin mengganti nama Pulau Tikus menjadi HD Island. Pernyataan walikota itu pun dimuat di salah satu surat kabar di Bengkulu, pada akhir Oktober lalu. Oleh seorang Jurnalis Bengkulu, Komi Kendy, ia pun menuangkan unek-uneknya dengan menulis, karena ia tergelitik ingin mengkritik wacana penggantian nama Pulau Tikus tersebut. Tulisannya pun dituangkannya di website pribadinya komikendy.com

Kenapa Komi Kendy tergelitik ingin mengkritik? Bermula dari Pulau Tikus yang memiliki proximity. Alias kedekatan dengan saya secara pribadi. Dekat tempat tinggal karena jarak pulaunya berada di seberang mata. Merasa dekat karena perairan di sekitarnya adalah tempat favorit buat diving.

Selain itu tentunya ada alasan-alasan lain kenapa tidak perlu berganti nama. Alasan itu akan dituangkan di tulisan ini.

Ya. Pulau Tikus hendak diganti nama menjadi HD Island atau Pulau HD. Singkatan yang diutarakan Walikota Helmi Hasan dibalik nama HD ini sebenarnya cukup bagus. Harapan dan Doa.

 

Makna Kata

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), harapan berarti ha·rap·an/ n 1), sesuatu yang (dapat) diharapkan; 2). keinginan supaya menjadi kenyataan. Pada kamus yang sama, doa berarti permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Allaah Subhana Wa Ta’ala.

Dalam kehidupan ini, menurut saya harapan dan doa adalah sumber kekuatan dan jalan untuk menemukan kebaikan dalam kehidupan. Dengan memiliki harapan, kita jadi punya semangat dan motivasi. Dengan berdoa, semua yang dijalani akan mendapatkan keberkahan.

Sayangnya dalam konteks mengganti nama Pulau Tikus yang sudah dikenal sejak abad 17 Masehi, tidak tepat. Terutama jika dikaitkan dengan keinginan menjadikan Pulau Tikus sebagai destinasi wisata internasional.

Seperti yang ditulis Oka A Yoeti, penulis buku Pengantar Ilmu Pariwista, Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata dan Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata, ada beberapa alasan wisatawan datang ke suatu destinasi wisata.

Salah satunya disebutkan, bahwa tujuan wisatawan melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah tujuan wisata tertentu adalah untuk mencari pengalaman-pengalaman baru. Menemukan sesuatu yang aneh dan belum pernah disaksikannya.

Wisatawan biasanya lebih menyukai sesuatu yang berbeda (something different) dari apa yang pernah dilihat, dirasakan, dilakukan di negara di mana biasanya ia tinggal.

Oka A. Yoeti juga menyarankan, bahwa mengemas produk pariwisata harus mempertahankan keaslian lingkungan. Karena selalu lebih menarik daripada yang dibuat-buat. Oleh karena itu, menciptakan suatu lingkungan yang tidak asli (artificial) dari keadaan yang sebenarnya pasti tidak akan bertahan lama. Dan bagi promosi kepariwisataan jangka panjang tidak menguntungkan.

 

Pertahankan Keaslian

Secara teori, artinya dengan mengganti nama Pulau Tikus menjadi HD Island, walau kesannya menjadi kebarat-baratan, justru bisa membuat daya tariknya memudar. Jelas keasliannya menghilang. Keaslian, seperti yang ditulis Oka A. Yoeti, bukan hanya soal tempat dan tata ruangnya saja. Tapi juga nama yang tak lepas dari nilai historisnya yang tinggi.

Menurut beberapa catatan, salah satunya yang tertuang dalam buku Bencoolen: A History of The Honourable East India Company’s Garrison on The West Coast of Sumatra (1685-1825) karya Alan Harfield, Pulau Tikus atau yang disebut juga Rat Island adalah garda terdepan untuk memantau alur maritim sejak Inggris dan Belanda berada di Bengkulu.

Kapal-kapal besar yang tidak bisa merapat ke Pantai Tapak Paderi, tempat Benteng Marlborough berdiri, menurunkan jangkarnya sekitar Poella Tikoes. Terbukti sampai saat ini, jika air sedang surut jangkar-jangkar tua berukuran raksasa akan terlihat sekitar 100-200 meter dari bibir pantainya.

Salah satu penulis buku Bunga Rampai Melayu Bengkulu, Hakim Bernadie, melalui tulisannya berjudul “Ganti Nama Pulau Tikus, Lukai Perasaan Anak Negeri” menuliskan, dalam catatan Belanda Tahun 1880 juga disebutkan, ada empat pulau yang dimiliki daerah kekuasaannya.

“Pulau Engano, pulau-pulau kecil Poella Tikoes yang berada tepat di bawah pantai, terletak di depan kota utama Benkoelen, Poeloe Pisang dan Betuwah sebelum Pantai Kroë”.

“Ini sedikit mengingat ulang kenangan Pulau Tikus di masa lampau. Pulau penuh kenangan, dimana dulunya sekitar tahun 70-an, terdapat beberapa makam dan beberapa sisa peninggalan kolonial yang kini tinggal kenangan. Apakah kini kita akan hilangkan juga nama Pulau Tikus itu, dan diganti namanya yang menurut Cik tak penting,” tulis jurnalis dikenal yang giat menulis sejarah Bengkulu itu.

Kisah yang ditulis oleh Alan Harfield, juga yang diutarakan Hakim Bernadie tak semua orang tahu. Tak mudah juga ditemukan dengan mencarinya di Mbah Googla. Tak mudah pula mencari referensi buku sejarahnya. Di Perpustakaan Daerah saja nihil.

Nah, kisah inilah yang jika bisa dikemas dengan semenarik mungkin, justru bisa menjadi bahan promosi. Buat penasaran. Bahwasannya kedekatan Bengkulu dengan Inggris dan Belanda, bukan hanya tentang Benteng Marlborough, Makam Inggris dan Benteng York saja. Tapi juga ada Pulau Tikus.

 

Bernuansa Politis

Usulan mengganti nama Pulau Tikus menjadi HD Island tak sedikit yang menilai, karena berkaitan dengan unsur politis. Sebagian besar masyarakat Kota Bengkulu tentu tahu. Huruf HD adalah simbol dari pasangan Walikota-Wakil Walikota periode 2018 – 2023, Helmi Hasan dan Dedy Wahyudi.

Sehingga muncul kesan ada keinginan untuk mengabadikan nama mereka pada pulau yang sebenarnya merupakan aset wisata potensial. Tak pelak, tujuan positif pun mendapat sentimen negatif. Khususnya dari masyarakat Bengkulu yang aspirasinya dituangkan baik melalui media mainstream, maupun media sosial.

 

Buat Patung HD Saja

Jika ingin tetap menyematkan nama HD, sebenarnya masih ada cara lain. Buat saja patung bertuliskan HD dari bahan ramah lingkungan dengan desain menarik. Lalu turunkan di dasar laut. Pengunjung bisa melihat HD Island di perairan Pulau Tikus.

Contohnya sudah ada. Lihat saja di Gili Meno, Kepulauan Gili, Nusa Tenggara Barat. Di sana ada 48 patung karya pemahat Jason deCaires Taylor ditenggelamkan ke dasar laut.

Spot patung itu lantas mendapat perhatian dunia. Karena bukan hanya untuk spot area snorkeling dan diving. Patung tersebut diciptakan untuk mengembangkan terumbu karang yang bisa tumbuh di permukaan patung.

Di Bunaken pun demikian. Ketika Komi diving di sana pada 12 Agustus 2018 lalu, ada resort yang menurunkan sebuah patung penyu bersama sepasang mermaid memegang lambang cinta. Namanya Grand Luley Resort. Patung itu lantas menjadi ikon istimewa bagi resort yang menyediakan fasilitas diving untuk para wisatawannya.

 

Mengenal Pulau Tikus

Nama Pulau Tikus sebagai salah satu destinasi wisata bahari sebenarnya sudah cukup dikenal. Makin banyak wisatawan yang datang saat weekend atau hari libur khusus tak lepas dari makin banyaknya usaha transportasi menuju pulau yang terletak 10 km di Kota Bengkulu.

Menurut Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pulau Tikus dulunya memiliki luas 2 hektar, namun kini tinggal 0,8 hektare saja. Menyusut akibat abrasi.

Untuk mencapai pulau ini, dari Pantai Pasar Malabro atau Pantai Jakat, jarak tempuhnya sekitar 60 menit menggunakan perahu nelayan atau wisata. Tapi jika menggunakan speed boat, jauh lebih cepat atau hanya berkisar 40 menit.

Jika ke pulau ini, ada beragam aktivitas asyik yang bisa dilakukan. Spot memancing menjadi primadona pada Sabtu dan Minggu. Banyak kapal-kapal menuju ke sana mengangkut para “pemancing mania”.

Kapal-kapal wisata dengan tarif Rp 150 ribu – Rp 250 ribu pulang pergi (PP), selalu penuh saat akhir pekan. Wisatawan menghabiskan waktu dengan duduk santai di pinggir pantai. Menikmati pemandangan Gunung Hulu Palik dan Gunung Bungkuk sebagai latar pantai di sepanjang pesisir Kota Bengkulu.

Yang senang berenang dan snorkling, bisa menikmati keindahan terumbu karang di kawasan dangkal. Ikan Nemo juga banyak di pulau itu. Biasanya, Instagramable sering foto bersama ikan ini di dalam air.

Atau jika membawa peralatan scuba lengkap seperti yang dimiliki Rafflesia Bengkulu Diving Centre, cobalah menjelajah ke kedalaman 5 – 15 meternya. Ada penyu, aneka ikan dan coral (terumbu karang) yang lebih indah lagi.

 

Ancaman Kerusakan

Sayangnya keindahan alam yang menjadi pesona wisata Pulau Tikus, saat ini terancam. Bukan hanya persoalan abrasi yang belum teratasi dan pemanasan global semata. Aktivitas yang tak ramah lingkungan, seperti transhipment (memindahkan muatan antar kapal) yang dilakukan tongkang batubara juga akan terus mempercepat kerusakan ekosistem di sekitarnya.

Walau Pemprov Bengkulu sudah berupaya dengan mengeluarkan surat larangan transhipment, nyatanya memperbaiki lingkungan yang sudah terlanjur rusak, tidak semudah membalikkan telapak tangan.

 

Reklamasi sebagai Upaya Penyelamatan

Mengantisipasi ancaman tenggelamnya Pulau Tikus, akhir Oktober 2018 lalu Walikota Helmi Hasan yang selain mewacanakan HD Island, juga akan melakukan reklamasi. Alokasi anggaran yang diusulkan di 2019 tak tanggung-tanggung. Yakni hingga mencapai Rp 7 miliar.

Pernyataan Helmi Hasan seperti yang dimuat antara.com, perluasan Pulau Tikus membuatnya menjadi lebih bernilai ekonomi. Sebab memberikan peluang lebih besar menjadi destinasi wisata utama Kota Bengkulu.

“Dengan bertambah luasnya, tentu pengunjung yang datang kesana bisa lebih banyak, dan berbagai usaha kepariwisataan di pulau itu juga dapat dikembangkan lebih baik lagi,” ucap Helmi Hasan.

Terkait reklamasi, pada dasarnya setuju dengan rencana itu. Reklamasi diperlukan agar Pulau Tikus jangan sampai menyusut. Reklamasi menjadi “benteng” bagi Pulau Tikus agar jangan sampai punah.

Hanya saja dalam pelaksanaannya, jangan sampai justru makin merusak ekosistem yang sudah ada. Penanaman Bakau (mangrove) juga bisa tetap dilakukan, sembari reklamasi tengah dipersiapkan.

Begitu pula dengan pelestarian terumbu karang. Yang mana saat ini sudah ada lebih dari 20 rak ‘bibit’ terumbu karang yang diturunkan oleh komunitas selam dan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu (Unib). Ada diantara rak tersebut yang juga merupakan dana Corporate Sosial Responsibilities (CSR) Pertamina.

Pemkot Bengkulu perlu melakukan kajian-kajian. Tak ada salahnya jika berdiskusi atau melibatkan secara langsung lintas komunitas yang selama ini sudah menaruh perhatian secara swadaya dengan Pulau Tikus. Bukankah jika dilakukan dengan bersama-sama, upaya penyelamatan Pulau Tikus akan terasa lebih ringan? (**)

Comments

comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.