Hmmm…Pengadaan Meubeler Sekolah Ini Pelaksananya Diduga Seorang …
RedAksiBengkulu.co.id, BENGKULU UTARA – Di Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkulu Utara (BU) Provinsi Bengkulu, ada proyek pengadaan meubeler untuk Sekolah Dasar (SD) Tahun Anggaran 2017.
Diketahui, sepanjang 2017 ada 2 kali pengadaan meubeler di dinas tersebut. Pertama, dianggarkan pada APBD 2017 untuk 5 SD dengan anggaran Rp 85 juta. Rinciannya, satu sekolah dianggarkan Rp 17 juta untuk pembuatan 20 set meja dan kursi. Harga 1 set meja kursinya dianggarkan sebesar Rp 850.000.
Lalu di Perubahan APBD (P-APBD) 2017 dianggarkan untuk 10 sekolah dengan aggaran sebesar Rp 170 juta. Setiap sekolah sama, menerima Rp 17 juta untuk 20 set meja dan kursi. Harga satu setnya pun dianggarkan sebesar Rp 850.000.
Hanya saja, proyek pengadaan meubeler ini belakangan terakhir menjadi sorotan publik bahkan sudah sampai penyelidikan pihak Polres Bengkulu Utara. Itu karena diduga pada pengerjaan pengadaan meubeler ini terindikasi penyimpangan.
Penyidik Tipidkor Polres Bengkulu Utara pun diketahui sudah melakukan pemeriksaan terhadap 10 kepala sekolah dan seorang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
“Kasus ini masih dalam penyelidikan bersama-sama dengan pihak Inspektorat Daerah selaku pihak yang memiliki kapasitas untuk melakukan audit. Sembari menunggu hasil audit, kami juga masih menyelidiki dugaan penyimpangannya,” kata Kapolres Bengkulu Utara AKBP Ariefaldi warganegara melalui Kasat Reskrim AKP Jufri.
Menariknya, ‘aktor’ pada kegiatan ini adalah seorang ajudan kepala dinas, berinisial Ek. Disebut-sebut, Ek merupakan orang yang paling berperan dalam mengendalikan pelaksanaan proyek meubeler tersebut. Selain itu, ada indikasi mark-up harga meubeler yang nominalnya hampir 50 %.
Penelusuran di lapangan ke salah seorang pengusaha Meubeler di Lais, tempat dimana Ek memesan barang mengaku bahwa harga 1 set meja dan kursi yang dipesan hanya Rp 450.000. Sedangkan harga yang dianggarkan di APBD sebesar Rp 850.000 per satu set. Artinya ada indikasi mark up hampir 50 persen
Jika dikalkulasi, ada selisih harga pengadaan meubeler pada anggaran APBD 2017 untuk 5 sekolah tersebut hingga Rp 40 juta. Sedangkan di anggaran P-APBD 2017 untuk 10 sekolah selisih harganya mencapai Rp 80 juta.
Selain itu, informasi yang terhimpun dari pengusaha meubeler di Kecamatan Arma Jaya itu menyebutkan, bahwa pengerjaan meubeler oleh pihaknya tidak sepenuhnya dirampungkan, melainkan hanya sebatas pengerjaan meja kursi dan belum dicat atau unfinishing. Dari perihal ini, pihak meubel hanya menerima Rp 300.000 per set meja dan kursi.
Ini juga ada dugaan permainan dari si ajudan dalam hal finishing meubeler yang dikerjakan dengan sistem upahan di luar pihak meubel pelaksana. Tentunya akan ada keuntungan lagi bagi sang ajudan.
Keterlibatan ajudan yang notebene bukan seorang kontraktor dan juga tidak berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara) ini ternyata meminjam perusahaan orang. Perusahaan itu diduga milik CV Diva Buana.
Hanya saja ketika jurnalis mengkonfirmasi kepada Ek via handphone-nya atas persoalan ini, dia membantah. Ek mengaku tidak mengetahui soal kegiatan (pengadaan meubeler) ini. Ek juga mengaku ia tidak memiliki kapasitas apa-apa terhadap kegiatan pengadaan meubeler tersebut.
“Saya tidak tahu soal proyek itu. Saya tidak bisa berkomentar apa-apa karena saya takut salah berstatemen. Kalau saya berkomentar nanti saya kena marah,” aku Ek.
Disinggung terkait teknis pada kegiatan meubeler tersebut tentang finishing meubeler, Ek juga enggan berkomentar.
“Soal itu saya juga tidak tau dan tidak mau berkomentar apa- apa. Yang jelas, dari saya tidak ada statemen apa-apa. Silakan (konfirmasi) kepada yang berkompeten saja,” demikian Ek.
Terpisah, PPTK Pengadaan Meubeler, Sukri, ketika dikonfirmasi juga mengaku tidak mengetahui terkait dugaan mark up serta monopoli kegiatan yang dikerjakan langsung oleh ajudan Kepala Dinas Pendidikan Bengkulu Utara yang masih berstatus Tenaga Harian Lepas (THL). Sukri menambahkan, ia hanya memiliki kewenangan sebatas kontrak dengan perusahaan yang ditunjuk sebagai pihak ketiga pelaksana kegiatan.
“Saya tidak tahu soal keterlibatan ajudan. Kewenangan saya hanya sebatas kontrak dengan pihak rekanan yaitu CV Diva Buana. Ada indikasi markup pun saya tidak bisa berkomentar banyak,” aku Sukri.
Disinggung tentang teknis kegiatan, sejauh yang diketahui Sukri adalah teknis kontrak kerja antara pihak Dinas Pendidikan Bengkul Utara selaku penerima hasil pekerjaan (pengadaan meubeler) dan sudah didistribusikan ke sekolah penerima. Hanya saja Sukri belum bisa menjelaskan sekolah mana saja yang sudah menerima meubeler tersebut dengan alasan berkasnya sedang tidak dipegang dia.
“Berkasnya ada di kantor. Saya sekarang sedang tidak di kantor”, terangnya.
Soal pemeriksaan yang dilakukan Penyidik Polres Bengkulu Utara terhadap dirinya, Sukri mengaku siap menjalani pemeriksaan. Sukri juga mengaku tidak akan main-main karena kapasitasnya jelas hanya sebagai pelaksana teknis.
“Saya baru sekali diperiksa penyidik. Kalau pun ada yang tidak beres dalam pekerjaan (pengadaan meubeler) ini, itu diluar sepengatahuan saya,” demikian Sukri.
Hasil penelusuran RedAksiBengkulu.co.id di lapangan juga menyatakan, bahwa Inspektorat Bengkulu Utara belum juga melakukan audit serta pengecekan gerak cepat terhadap indikasi penyimpangan terhadap proyek pengadaan meubeler ini.
Inspektur Inspektorat Bengkulu Utara, Dullah ketika dikonfirmasi membenarkan belum ada pergerakan apapun dari pihaknya. Namun Dullah memastikan akan segera melakukan audit.
“Kalau sekarang belum dilakukan audit. Mungkin dalam waktu dekat. Kami akan koodinasi dulu dengan Penyidik Tipikor,” aku Dullah.
Laporan : Firdaus
Comments