Seperti yang diakui Siti Ropiah. Semangatnya dalam menjalani kehidupan baik di rumah dan di sekolah, begitu luar biasa. Ini dituangkan dalam catatan Siti hingga beberapa lembar. Dicatatan itu, Siti menulis kehidupan sehari-hari dia di keluarganya termasuk juga kehidupan di sekolahnya.
Berikut tulisan Siti ;
Namaku Siti Ropiah. Aku berasal dari keluarga miskin. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Nama adikku adalah maimah Ria. Pekerjaan ayahku adalah seorang kuli, dan pekerjaan ibuku adalah sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga). Untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya hanya mengandalkan kerja dari jerih payah orangtua.
Keadaan orangtuaku, yaitu ibuku, tidak bisa berbicara sejak aku lahir sampai sekarang. Sehingga aku harus menggunakan bahasa isyarat dengan ibuku. Meskipun ibuku mempunyai kekurangan seperti itu, aku tidak pernah malu ataupun mengeluh. Walaupun ibuku juga mempunyai kekurangan seperti itu, ibuku juga mempunyai kelebihan. Yaitu membuat kerajinan tangan berupa bintang dari belahan-belahan (bilah) bambu.
Walaupun keadaannya (ibu) seperti itu, aku tetap bersyukur. Keadaan ayahku sudah tua atau lanjut usia. Selama hidup, ayahku tidak pernah merasakan apa itu pendidikan. Ayahku buta huruf dan tidak bisa menulis. tetapi ayahku selalu berpesan kepadaku “belajar yang benar ya nak, jangan seperti ayahmu ini”. Aku pun menjawab, “iya pak”.
Setelah sekian lama aku tinggal di Tangerang, ketika aku masih kelas dua. Dan pada saat itu aku mulai sekolah dan duduk di kelas 2 SD. Karena di trans ayahku tidak punya pekerjaan, akhirnya ayahku mendapatkan pekerjaan yang jauh, sehingga kami harus tingga di sana. Aku pun pindah sekolah juga pada saat aku kelas 2 semester 2. Aku tinggal di sana tetapi aku tidak sekolah karena orangtuaku tidak mampu membiayai. Sekolahnya pun jauh, oleh sebab itu sekolahku tertunda.
Keluargaku tidak lama tinggal di sana karena melihatku tidak sekolah, akhirnya kami pindah lagi ke trans tempat tinggalku. Sesampainya di sana, aku pun melanjutkan sekolahku, tetapi harus mengulang dari kelas 2, karena semester 2 masih kosong. Waktu aku masih SD, kalau aku gak dikasih uang jajan, aku nangis, kadang gak mau sekolah. Tapi kini aku sadar, bahwa orangtuaku mencari uang itu susah.
Usai tamat SD, orangtuaku bingung untuk melanjutkan sekolah aku. Tapi ada orang yang kasih jalan keluarnya, yaitu aku harus tinggal di panti asuhan. Aku pun setuju dan begitu pula dengan orangtuaku. (Selanjutnya) aku dimasukan ke panti asuhan karena orangtuaku tidak mampu untuk membiayai aku sekolah. Selama aku tinggal di panti, aku harus menjadi anak yang mandiri.
Di panti aku harus melakukan kegiatan seperti menyapu, mengepel dan lain-lain. Beberapa hari aku tinggal di panti, aku menangis karena rindu dengan keluarga. Aku tinggal di panti tidak lama +- 1 tahun. Karena selain sebab yang lain, aku juga selalu mengingat keluargaku di sana. Aku pun pindah sekolah kelas 2 SMP. Diantara banyak sekolah di sini, aku memilih sekolah di MTs ZIKIR FIKIR karena lumayan dekat jaraknya dari rumah. Dan (ketika) adikku tamat SD, ia juga melanjutkan di MTs ZIKIR FIKIR.
Orangtuaku selain tidak bisa membiayai aku sekolah, kami juga terkadang kekurangan bahan pangan. Kadang makan aja (lauknya) sama ikan asin. Tapi aku bersyukur karena aku masih bisa makan bareng bersama keluargaku. Aku bangga seperti ini. Kujalani semua ini dengan tabah karena di luar sana masih banyak orang yang lebih susah dari aku. Dan aku juga bersyukur masih diberikan kesehatan dan bisa merasakan pendidikan. Dan di sana juga banyak orang yang tidak merasakan pendidikan.
Kegiatan sehari-hariku sebelum berangkat sekolah setiap pagi aku membersihkan rumah, memberi pakan ternak kucing dan ayam. Setelah itu bergegas menyiapkan perlengkapan lalu berangkat sekolah dengan adikku berjalan kaki.
Pagi yang cerah, matahari memancarkan sinar membuat aku bersemangat untuk pergi sekolah. Perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 1 jam 15 menit atau berjarak sekitar 3,5 kilometer. Setiap hari kami harus menempuh perjalanan yang sungguh sangat melelahkan. Namun kami tidak pernah mengeluh. Kujalani semua ini dengan senang hati. Halangan dan rintangan kulalui. Kadang berangkat sekolah kehujanan dan pulang sekolah kepanasan. Itu semua kulakukan demi cita-cita dan membanggakan orangtua.
Sesampainya di sekolah tidak lama kemudian masuk kelas dan belajar seperti biasanya. Walaupun kondisi sekolah kami (masih memprihatinkan) seperti ini, namun tidak membuat kami patah semangat, karena keberhasilan itu milik orang yang tekun. Kami pulang pukul 13.00 WIB. Sebelum memulai perjalanan pulang, kami berhenti sejenak di warung untuk membeli es sebagai penahan haus selama di perjalanan. Panas terik matahari sehingga keringat membasahi wajahku. Pakaian dan jilbabku terasa lembab oleh keringat.
Sesampainya di rumah setelah selesai berganti baju dan makan, aku membantu orangtua mengambil rumput untuk pakan kambing. Kegiatan seperti ini sudah biasa kulakukan untuk meringankan beban orangtuaku. Selain itu aku juga harus memasak, walaupun masakannya belum bisa menyamai masakan ibuku. Lalu mengambil air di sungai untuk cuci piring, cuci baju, masak dll. Jarak sungai dari rumah tidak jauh.
Sore hari ini, cuaca terasa sejuk.
Aku baru saja selesai menunaikan sholat Ashar. Selanjutnya aku memberi pakan kambing, kucing dan ayam. Setelah itu aku istirahat sambil duduk di depan rumah bersama keluarga sambil menunggu sholat Maghrib.
Kegiatan sehari-hari orangtuaku mengambil rumput. Ia juga mengambil bambu untuk kemudian dijual. Bagiku, ayahku adalah pahlawanku. Ia selalu memberi semangat kepadaku. Ia tak pernah lelah, sebagai penopang dalam keluarga. Ia selalu berusaha untuk menghidupi, melindungi, dan menyayangi anaknya. Ibuku rela berkorban demi aku anaknya.
Tulisan ini diakui oleh salah seorang gurunya, Ria, yang juga didampingi Pendiri Yayasan, Rafik Sanie. Dituturkan Rafik, bahwa catatan yang ditulis di buku itu benar tulisan dari Siti.
“Benar itu tulisan Siti. Kami sudah lihat tulisan itu. Itu mungkin sebagai ungkapan dari kejujuan rasa yang dialami siswi itu. Kondisi keluarganya juga demikian faktanya. Walau begitu, Siti dan adiknya siswi yang rajin. Bahkan dia siswi yang berprestasi”, ungkap Rafik by phone, Kamis (21/3/2018).
Ria menimpali, total siswa MTs saat ini 32 orang. Terdiri dari kelas VII 3 orang, Kelas VIII 12 orang dan Kelas IX 17 orang. Untuk jumlah keseluruhan guru berikut kepala sekolah 9 orang. Sedang ruang belajarnya masih menumpang di balai desa setempat yang disekat menjadi 3 ruang.
“Bantuan yang pernah ada selama ini baru dari Polres Lebong berupa buku”, demikian Ria.
Dilansir Kompas.com, Kementerian Agama dan Pemerintah Provinsi Bengkulu menyatakan kesiapannya untuk memenuhi kebutuhan MTs Zikir Fikir, yang mana saat ini madrasah itu hanya mampu menggaji guru Rp 30.000 per bulan.
Sedang Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Bengkulu, Bustasar mengungkapkan, secara teknis sebagai perpanjangan tangan Kemenag RI, pihaknya siap memenuhi perrmintaan MTs Zikir Fikir. Bahkan, pihaknya bersedia membantu dalam hal legalitas lahan hibah yang selama ini ditempati pihak MTs dan mengurus administrasi akta notaris yayasan.
Diberitakan sudutruang.com, dituturkan Kepala MTs Zikir Fikir, Sukamdani, sekolah ini dibangun sejak 8 tahun lalu. Dasar pemikiran dibangun sekolah ini berangkat dari keprihatinan beberapa pemuda setempat atas dunia pendidikan di kawasan terpencil Bengkulu. (Tonton videonya di youtube : http://www.sudutruang.com/mts-zikir-fikir-lebong-yang-memprihatinkan )
Laporan : Aji Asmuni