Mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah Perdana Disidang di PN Tipikor

Pengacara Mantan Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah, Rodiansyah Trista Putra. (Foto : Julio Rinaldi/RedAksiBengkulu)

RedAksiBengkulu.co.id, BENGKULU – Sidang perdana pembacaan dakwaan kasus dugaan Korupsi Honor Pembina Rumah Sakit (RS) M. Yunus Bengkulu dengan terdakwa mantan Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah, resmi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Bengkulu, Rabu (2/8/2017). Sidang yang digelar sejak pukul 11.00 WIB ini tampak ramai dihadiri peserta sidang dari kerabat terdakwa yang akrab disapa Ustadz Junaidi Hamsyah atau UJH tersebut.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eko Joko Purwanto, menerangkan, bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor : F.148.XXXVIII Tahun 2009 tertanggal 2 Juni dan SK Gubernur Nomor : Z.17.XXXVIII Tahun 2011 tertanggal 21 Februari, terdakwa telah menerima honor Tim Pembina RSMY Bengkulu yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 369.694.005 berdasarkan audit perhitungan yang dilakukan BPKP Bengkulu.

Berdasarkan hal tersebut, lanjut Eko, terdakwa dikenakan dakwaan primer yang diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selanjutnya, dakwaan subsidair terdakwa diancam pidana Pasal 3 Junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 junto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi dakwaan JPU, salah seorang pengacara terdakwa, Rodiansyah Trista Putra mengatakan, jika mendengar dan mencermati dakwaan tersebut pihaknya mengkatagorikan 3 hal. Pertama terdakwa diduga menerima honor yang didasarkan atas Keputusan Gubernur Nomor: F.148.XXXVIII Tahun 2009.

Kedua, perbuatan terdakwa selaku Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Bengkulu saat itu menerbitkan SK Gubernur Nomor: Z.17.XXXVIII Tahun 2011 tentang Tim Pembina RSMY. Ketiga, berdasarkan SK Gubernur tersebut, terdakwa juga menerima honor.

Lanjutnya, jaksa melalui dakwaannya menyatakan, bahwa Keputusan Gubernur Nomor : F.148.XXXVIII Tahun 2009 dan SK Gubernur Nomor : Z.17.XXXVIII Tahun 2011 itu melanggar Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

“Karena tuduhan jaksa adalah melanggar Permendagri dan akibatnya timbul kerugian negara, pertanyaannya, apakah benar Keputusan dan SK Gubernur itu melanggar? Kami berkeyakinan tidak. Karena sampai hari ini, tidak ada perintah atau putusan pengadilan (Pengadilan Tata Usaha Negara/PTUN). yang menyatakan bahwa surat itu melanggar”, ujarnya.

Jadi, sambung Rodi, dalam UU Administrasi Pemerintahan menyatakan, bahwa sebuah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), jika perbuatan didasarkan karena menjalankan kewenangan, maka harus didaftarkan dulu. Dan ruang atau wilayah untuk menguji itu adalah PTUN.

“Seharusnya yang dilakukan penyidik saat mengetahui Keputusan dan SK Gubernur itu dikeluarkan menyalahgunakan kewenangan, maka harus diuji dulu. Jadi, kami berkeyakinan bahwa kasus ini wilayah administrasi”, pungkasnya.

 

 

 

 

 

 

Laporan : Julio Rinaldi
Editor : Aji Asmuni

Facebooktwittermail

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Positive SSL