RedAksibengkulu.co.id, REJANG LEBONG – Genap 1 tahun di tahun 2018 ini usia Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) ‘Maju Bersama’ Desa Pal VIII Kecamatan Bermani Ulu Raya Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, sejak didirikan 9 Juli 2017 lalu. Meski momen ini penting, namun tak ada seremoni tiup lilin atau potong tumpeng serta selebrasi. Pun demikian, bukan berarti semangat visi misi organisasi perempuan ini hanya sampai di sini.
Memang belum banyak yang dilakukan oleh kelompok perempuan yang keseluruhan anggotanya adalah para ibu rumah tangga dan perempuan petani ini. Tapi setidaknya satu tahun ini para perempuan peduli lingkungan khususnya pelestari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) sudah memahami bahwa ada hak yang sudah mereka dapatkan khususnya bagi kaum perempuan. Yaitu hak atas informasi, hak atas kesehatan, hak atas lingkungan hidup, yang diatur oleh beberapa regulasi di negara ini.
Yang mana para perempuan di desa itu selama ini masih ‘terjerat’ dengan mainset bahwa tugas perempuan seputar dapur, sumur dan kasur. Namun setelah mendapatkan pengetahuan dari berbagai pertemuan dan diskusi tentang korelasi tentang hak perempuan dengan hutan dan lingkungan hidup, akhirnya perempuan desa ini lambat laun mulai menyadari atas hak-hak tersebut. Sehingga mereka pun pada akhirnya bersepakat untuk berinisiatif membentuk kelompok secara swadaya.
Kepada redaksibengkulu.co.id, Minggu (8/7/2018), Rita bercerita, inisiatif terbentuknya KPPL dipelopori oleh empat perempuan Desa Pal VIII. Yaitu, Rita Wati, Lisnawati, Pur dan Prisnawati selaku kepala desa setempat. Dari keempat perempuan ini, mereka mengajak perempuan lain di desanya untuk melakukan pertemuan dan mendiskusikan tentang tujuan pembentukan kelompok tersebut.
“Dari pertemuan yang digelar di balai desa waktu itu, yang datang 9 orang. Ditambah kami berempat, akhirnya terbentuklah kelompok ini dengan anggota 13 perempuan”, kenang Rita Wati.
Baca : Wakil Bupati Rejang Lebong Kukuhkan Kelompok Ibu-Ibu ‘Penyelamat Bumi’
Setelah satu tahun ini, Rita yang mewakili rekan-rekan lainnya ini mengaku, banyak pengetahuan, wawasan yang didapatkan khususnya hak atas informasi, hak atas kesehatan, hak atas lingkungan hidup begitu juga dengan korelasi atas hak-hak tersebut. Terutama akses pemanfaatan kawasan TNKS berupa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).
Kini, mereka pun semakin giat aktivitasnya. Diantaranya melakukan rehabilitasi kawasan hutan TNKS, pembibitan tanaman yaitu tanaman Jengkol, Nangka, Durian dan lainnya. Berkebun bunga, membuat apotik hidup, membuat pupuk kompos dari bahan limbah organik dengan swadaya, yang mulanya dari 5 karung kemudian meningkat menjadi 45 karung. Dan baru-baru ini KPPL sedang membuat Sirup dengan bahan baku Unji/Kecombrang. Yang mana tumbuhan Unji/Kecombrang ini sangat banyak tumbuh di kawasan TNKS.
Baca : Unji, ‘Si Cantik’ Banyak Khasiat dan Manfaat Yang Tumbuh di TNKS Rejang Lebong. Tapi Sayangnya….
Bahkan, pada Minggu (8/7/ 2018), KPPL ini dikunjungi oleh Betty Herlina yang juga salah satu Jurnalis yang mendapatkan fellowship Citradaya Nita 2018 yang difasilitasi Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) untuk menyiapkan produk olahan Kecombrang untuk mengakses pasar dan dana publik. Mengingat akses pemanfaatan Unji ini berada di zona pemanfaatan TNKS yang merupakan Asean Heritage Park dan bagian dari Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (Situs Warisan Dunia).
Tentunya, sambung Rita, ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak yang bisa disebutkan satu persatu. Khususnya dari pihak Balai Besar TNKS wilayah Bengkulu – Sumatera Selatan, Lembaga Kajian Advokasi dan Edukasi (LivE Knowledge/LiveIndonesia.id) yang diasuh oleh Dedek Hendry dan kawan-kawan. Begitu juga dukungan dari Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD).
Pasca dibentuk KPPL, selama satu tahun ini banyak pihak yang mulai memperhatikan keberadaan KPPL. Di antaranya dari Pemkab Rejang Lebong dan jajarannya, Pemprov Bengkulu atau jajarannya, akademisi, DPR RI, bahkan ada juga dari NGO (Non Government Organization) luar negeri seperti Filipina, Amerika. Rita Wati juga pernah diundang pada Temu Nasional Pejuang Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam melalui organisasi mitra masyarakat sipil The Asia Foundation (TAF) belum lama ini, karena KPPL ini dinilai telah berkontribusi dalam membentuk Jaringan Perempuan Desa di sekitar TNKS.
Baca : Anggota DPR RI : Harapan Baru Bagi Perempuan Desa Sekitar Hutan Warisan Dunia
Satu hal yang sudah membuka pemikiran bagi kaum perempuan desa ini, yakni para perempuan desa ternyata punya andil dalam pengelolaan hutan khususnya di kawasan Zona Pemanfaatan TNKS. Yang mana mainset perempuan desa selama ini bahwa TNKS merupakan kawasan ‘sakral’ bagi siapapun karena erat hubungannya dengan hukum. Serta mainset perempuan desa selama ini, bahwa bicara tentang hutan, semata-mata hanya kaum lelaki. Sedang kaum perempuan seperti tidak boleh diikutsertakan.
“Alhamdulillaah sejak ada kelompok ini, tak disangka-sangka kami sering diundang. Ketemu sama pejabat atau orang-orang besar. Sebenarnya bukan itu tujuannya. Tapi sejak berkelompok kami semakin menyadari, semoga apa yang kami lakukan berdampak pada desa lain khususnya pada desa di sekitar kawasan TNKS”, tutur Rita.
Sebelum aktif di KPPL, perempuan berusia 49 tahun ini, dulunya sebagai ibu rumah tangga dengan aktivitas kesehariannya berjualan di pasar kalangan lintas desa dan kabupaten. Selain berjualan, dulu Rita juga bertani di ladangnya sendiri meski tak luas namun cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Begitu juga dengan anggota lainnya. Ada yang bertani di ladangnya sendiri ada juga yang bekerja sebagai upahan.
Baca : Jika TNKS Terus Dirusak, Tingkat Stres Perempuan Desa Sekitar Kawasan Akan Bertambah ?
Hal lain yang sangat dikagumi pada KPPL anggotanya yang kini berjumlah 20 orang ini. Meski mereka telah mendapatkan pengetahuan tentang hak dan kesetaraan gender, namun berorganisasi tidak membuat mereka lupa diri akan kodrat sebagai perempuan dan sebagai ibu rumah tangga. Termasuk juga status sosial di desa tak mereka lepaskan. Ini dibuktikan, aktivitas anggota KPPL yang kesehariannya sebagai ibu rumah tangga dan bertani, masih terus berjalan seperti sedia kala. Pola berorganisasi yang dilakukan KPPL juga masih kental azas demokrasinya. Maksudnya, dalam berkegiatan KPPL selalu mengedepankan musyawarah mufakat.
“Kalau mau ada kegiatan, rembuk waktu kapan bisanya. Karena masing-masing dari kami, tak sama rutinitasnya. Kadang sebagian dari kami ada yang sedang ambil upahan berladang hari ini dan biasanya kami cari waktu yang pas. Begitu juga kadang waktu berkegiatan berbenturan dengan hajatan warga, mau tidak mau kami harus merewang (membantu di tempat hajatan) dulu”, tutur Rita.
“Kami masih terus mau belajar untuk penguatan kapasitas tiap anggota. Khususnya belajar manajemen organisasi, pengarsipan, administrasi hingga belajar membuat tulisan”, demikian Rita.
Sementara itu, dituturkan Lisnawati, anggota yang juga pelopor KPPL mengatakan, perjalanan KPPL hingga satu tahun ini tentu banyak suka dukanya. Salah satunya, pada awal KPPL dibentuk serasa tidak didukungan oleh masyarakat desa. Namun seiring berjalan waktu, ia bersyukur anggota KPPL semakin solid dan bahkan kini semakin banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk di lingkungan keluarga dan masyarakat desa.
“Dulu, jangankan dukungan, yang ada kami jadi omongan. Tapi syukur Alhamdulillaah, semua berubah setelah KPPL menunjukan bukti keseriusan dalam mengorganisir kelompok kami. Bahkan sekarang banyak ibu-ibu di desa yang ingin bergabung atas dasar inisiatif mereka sendiri”, kata Lis sapaan akrabnya.
Yang membuat semangat dari anggota KPPL kini, lanjut Lisnawati, selain semakin solid, dukungan dari anggota keluarga dan masyarakat semakin bertambah. Meski satu sisi dalam berkegiatan, anggota jarang sekali bisa berkumpul seluruhnya karena diantara anggota harus memenuhi kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Namun dari kekurangan ini, mereka bisa saling memahami dan menutupi kekurangan satu sama lain.
“Kalau kegiatan lagi padat, seperti ada tamu yang datang, bagi anggota yang tidak bisa hadir, kami saling memahami. Dari kekurangan ini kami saling menutupi”, sambung Lisnawati
Akhir jumpa dari flashback pengalaman KPPL, mereka berharap selain terus maju dan sukses hadirnya KPPL memberikan semangat baru bagi perempuan-perempuan desa lain agar ikut terlibat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dan hutan khususnya di sepanjangan TNKS. Karena perubahan-perubahan kondisi alam sangat mereka rasakan sejak hutan warisan dunia terus dirambah.
“Sebenarnya sudah banyak perubahan iklim yang dirasakan. Mulai dari perubahan periodik cuaca, suhu hingga berdampak terhadap areal pertanian warga. Cuma sayangnya kita sebagai perempuan selama ini merasa seperti tidak bisa ikut andil. Ternyata selama ini paradigma itu, salah. Yang benar, bahwa perempuan-perempuan desa sudah seharusnya ikut andil dan terlibat dalam upaya melestarikan hutan warisan dunia,” tutup Rita didampingi Lisnawati.
Baca : Percaya Perempuan Desa Bisa Kelola Hutan Warisan Dunia Secara Lestari
Hadirnya KPPL Maju Bersama ini tentunya tidak terlepas dari dukungan pemerintah desa setempat. Prisnawati, selaku kepala desa juga berharap, kelompok yang sudah satu tahun ini terus maju dan terus berkontribusi dalam mejaga kelestarian hutan TNKS.
“Harapan saya semoga kelompok ini tetap kokoh, solid dan lebih kuat serta lebih giat lagi. Saya juga berharap akses pemanfaatan TNKS segera selesai dibahas agar seluruh ide, pengetahuan yang sudah mereka dapatkan bisa segera dijalankan,” demikian singkat Prisnawati.
Senada dengan kades, Koordinator Bidang Perempuan Perkumpulan LivE Knowledge (LiveIndonesia.id), Pitri Wulansari, mengatakan, harapan untuk KPPL kedepannya menjadi kelompok perempuan yang berpengaruh dan juga menjadi sebagai trigger (pencetus) di Indonesia bagi perempuan-perempuan di daerah lainnya.
“KPPL itu agen yang harus menularkan semangat dan pengetahuan-pengetahuan mereka kepada masyarakat luas lainnya. KPPL juga harus menjaga loyalitas, semangat dan inisiatif. KPPL harus lebih maju dan berkembang kedepannya,” singkat Pitri yang juga Aktivis Walhi Bengkulu.
Untuk diketahui, landasan yuridis dari perkumpulan perempuan ini dalam menjalankan aktivitasnya tertuang dalam regulasi, diantaranya ;
- UUD 1945, Pasal 28H ayat (1) yang menyebutkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
- UUD 1945, Pasal 28F, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 9 Ayat (3) menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 Ayat (1) menyatakan, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya.
- UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 14 Ayat (2) menyebutkan, setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
- UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 65 Ayat (1) menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
- UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 Ayat (2) menyatakan, setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
- Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan, Sub Urusan Pendidikan dan Pelatihan, Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat di bidang Kehutanan. Kewenangan Pemerintah Pusat, huruf (b) menyebutkan, penyelenggaraan penyuluhan kehutanan nasional. Kewenangan Pemerintah Provinsi : poin (a), Pelaksanaan penyuluhan kehutanan provinsi, (b). Pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan.
- Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Pasal 49 ayat (1) menyebutkan, pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus memberdayakan masyarakat di sekitar KSA dan KPA dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Laporan : Muhamad Antoni