
RedAksiBengkulu.co.id, KEPAHIANG – Puncak acara Merti Deso atau Sedekah Bumi Desa Bumi Sari Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu digelar Minggu (12/11/2017) pagi. Pada kesempatan itu Pjs kepala desa Wardianika Prastian dalam sambutannya menceritakan sejarah singkat desanya.
Bahwa, asal muasal desa ini terbentuk dari hijrahnya beberapa warga yang tadinya merupakan warga dari Kaki Gunung Kunir Desa Sari Bumi Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah ke Tanah Rejang.
Selanjutnya, warga kala itu merupakan bagian dari kelompok Pejuang Pangeran Dipenogoro yang dipimpin oleh Punggawa (Bahasa Jawa ; Penggowo) Desa Ali Muhksan dan Kepala Desa Pawiro Dimejo yang ditemui utusan Belanda agar menyerahkan tanah atau wilayahnya untuk dijadikan lahan penghijauan. Namun, demi melindungi warganya dari perbudakan Belanda, akhirnya Pawiro Dimejo mengambil inisiatif memberikan wilayah desa itu dan meminta kepada pihak belanda untuk menunjukkan wilayah penggantinya. Akhirnya diberikan wilayah Bengkoelen (Bengkulu saat ini).
Punggawa Ali Muhksan saat itu diutus untuk meninjau lokasi wilayah Bengkoelen untuk melihat langsung kondisi tanah agar warga dapat bercocok tanam. Dalam perjalanan mengarungi lautan dan daratan yang memasuki hutan belantara, tibalah para rombongan Punggawa itu di Bengkulu Utara. Lalu melanjutkan perjalanan ke Permu Kabupaten Kepahiang. Demi mencari wilayah yang subur untuk bercocok tanam, maka menuju wilayah Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.
Namun di tengah perjalanan (Bumi Sari saat ini), para Punggawa itu menemukan tanaman padi liar tumbuh di (rawa) semak belukar. Mereka mencabutnya lalu membawa kembali ke desa asal di bawah kaki Gunung Kunir Kecamatan Bener Purworejo Jawa Tengah untuk meyakinkan warga lainnya bahwa jika wilayah pengganti desanya itu (Bumi Sari saat ini) subur dan memiliki prospek bercocok tanam. Mufakat pun terbentuk lalu dengan tekad bersama, berangkatlah seluruh penduduk Desa Sari Bumi menuju Desa Bumi Sari saat ini.
“Menurut sesepuh desa kami Ali Mukhsan selaku Penggowo Deso saat itu, meyakini jika Bumi Sari ini subur. Alhasil, mereka pun hijrah se-kampung menuju ke sini untuk bercocok tanam”, papar Wardian.
Setibanya rombongan kala itu di Tanah Rejang ini (Desa Bumi Sari) pada tahun 1930, mereka pamitan dengan melaksanakan acara Babat Alas. Babat Alas merupakan ritual pamitan terhadap Pangeran Djenang Kalam di Daspetah sebagai Pasirah kala itu karena mereka sebagai pendatang dari Tanah Jawa ingin menetap dan bercocok tanam di Tanah Rejang.
“Mengingat sesepuh desa ketika itu masuk ke Bumi Sari ini pada bulan Safar, maka demi melestarikan sejarah maka desa kami setiap bulan Safar setiap tahunnya diadakanlah Merti Deso sekaligus dilangsungkan Sedekah Bumi, sebagai wujud syukur warga terhadap rejeki dari Allaah SWT atas limpahan hasil pertanian dari desa ini”, bebernya lagi.
Sementara itu, Bupati Kepahiang Hidayatullah Sjahid dalam sambutannya pada momentum itu menceritakan kisahnya sewaktu kecil terkait Desa Bumi Sari ini. Kata bupati, bahwa Desa Bumi Sari ini dulunya semak belukar.
“Ketika saya sekolah dulu sering ke desa ini melintasi Tebing Suro. Kalau sekarang tebing di Suro itu sudah tidak begitu tinggi dan jalan pun sudah bagus-bagus semua. Saya sangat apresiasikan desa ini terus mengenang sejarah. Semoga desa selalu dilimpahkan hasil pertaniannya”, kata Hidayutullah.
Hadir dalam Merti Deso ini Kapolsek Ujan Mas Iptu Aswani Kuncoro, Kades Pekalongan, para mantan Kades Bumi Sari, tokoh masyarakat dan sesepuh serta Anggota DPRD Kepahiang Edwar Samsi.
Merti Deso ini juga merupakan bagian dari rangkaian acara HUT ke-86 Desa Bumi Sari yang mana sebelumnya sudah dilangsungkan Turnamen Bola Voli. Puncak acara ini dimulai dengan Syukuran pembacaan Surah Yaasiin dan Tahlilan yang juga diwarnai dengan Ambengan. Selain itu pertunjukan kesenian daerah tradisi Jawa, Kuda Kepang juga digelar. Acara ditutup dengan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk.
Berikut Fotofoto Kegiatan :
Laporan : Hendra Afriyanto
Editor : Aji Asmuni