Redaksibengkulu.co.id – Harga minyak mentah global menunjukkan tren penguatan di awal perdagangan Asia pada Senin (4/11/2025), menyusul keputusan OPEC+ untuk menunda rencana peningkatan produksi pada kuartal pertama tahun 2026. Langkah ini berhasil menenangkan pasar yang sebelumnya khawatir akan potensi kelebihan pasokan.
Kontrak berjangka Brent mengalami kenaikan sebesar 0,73% atau 47 sen, mencapai US$ 65,24 per barel pada pukul 23.36 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga menguat 0,74% atau 45 sen, berada di posisi US$ 61,43 per barel.
OPEC+ dalam pertemuan hari Minggu lalu sepakat untuk menambah produksi sebesar 137.000 barel per hari pada bulan Desember, jumlah yang sama dengan yang berlaku pada Oktober dan November. Namun, yang menjadi sorotan adalah keputusan untuk menunda kenaikan produksi pada Januari, Februari, dan Maret 2026 oleh delapan negara anggota.

Related Post
Analis dari RBC Capital, Helima Croft, menilai bahwa langkah kehati-hatian ini sangat tepat mengingat ketidakpastian pasokan di kuartal pertama dan potensi penurunan permintaan. Faktor Rusia juga menjadi perhatian, terutama setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Rosneft dan Lukoil, serta meningkatnya serangan terhadap infrastruktur energi Rusia.
Serangan drone Ukraina yang menghantam pelabuhan Tuapse, salah satu pelabuhan minyak utama Rusia di Laut Hitam, pada Minggu lalu menjadi pengingat akan kerentanan pasokan energi. Serangan tersebut menyebabkan kebakaran dan merusak setidaknya satu kapal.
Meskipun harga minyak sempat mengalami penurunan lebih dari 2% sepanjang Oktober akibat kekhawatiran kelebihan pasokan dan dampak ekonomi dari kebijakan tarif AS, sebagian besar analis tetap mempertahankan proyeksi harga minyak mereka. Peningkatan produksi OPEC+ dan lemahnya permintaan dinilai seimbang dengan risiko geopolitik terhadap pasokan.
Administrasi Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa produksi minyak mentah AS naik 86.000 barel per hari menjadi rekor baru 13,8 juta barel per hari pada Agustus. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump membantah kabar bahwa dirinya tengah mempertimbangkan serangan militer ke wilayah Venezuela.









Tinggalkan komentar