Redaksibengkulu.co.id – Ancaman Iran untuk menutup Selat Hormuz, menyusul serangan AS ke sejumlah situs nuklirnya, memicu ketegangan geopolitik global. Parlemen Iran telah menyetujui langkah berani ini, namun keputusan final masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran. Potensi penutupan jalur vital ini mengancam lonjakan harga energi dan memicu reaksi internasional yang tak terduga.
Meskipun parlemen telah menyetujui, beberapa analis meragukan Iran akan benar-benar menutup Selat Hormuz. Vandana Hari, pendiri Vanda Insights, mengatakan langkah tersebut akan membuat Iran bermusuhan dengan negara-negara penghasil minyak tetangganya, memicu konflik regional. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait, dan Qatar, yang secara signifikan mengandalkan Selat Hormuz untuk ekspor minyak mentah mereka, akan menjadi pihak yang paling terdampak. Iran sendiri juga akan merasakan kerugian besar, mengingat ekspor minyaknya ke pasar Asia, terutama China, akan terhambat.

Andrew Bishop dari Signum Global Advisors menambahkan, Iran tak mungkin ingin berkonflik dengan China, pembeli minyak terbesarnya. Gangguan pasokan minyak justru akan membuat Iran menjadi target serangan, baik terhadap infrastruktur maupun rezimnya sendiri. Kecepatan reaksi AS dan Israel juga menjadi pertimbangan.

Related Post
Clayton Seigle dari Center for Strategic and International Studies menekankan ketergantungan China pada aliran minyak Teluk, bukan hanya dari Iran. Oleh karena itu, China akan berupaya menjaga stabilitas dan de-eskalasi untuk memastikan kelancaran aliran minyak dan gas melalui Selat Hormuz.
Joint Maritime Information Center hingga saat ini belum mendeteksi ancaman terhadap pelayaran komersial di Selat Hormuz. Kapal-kapal terkait AS dilaporkan melintas tanpa hambatan. Sebagai informasi, Selat Hormuz merupakan satu-satunya jalur laut dari Teluk Persia ke laut lepas, mengangkut sekitar 20% pasokan minyak dunia. Penutupan jalur ini akan berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian global.
Leave a Comment