Artikel:
Redaksibengkulu.co.id, Jakarta – Sektor industri manufaktur Indonesia terus menunjukkan taji di tengah gejolak ekonomi global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, Industri Pengolahan Non Migas (IPNM) melesat 5,58% pada triwulan III tahun 2025. Angka ini melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di angka 5,04%.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan bahwa sektor manufaktur tetap menjadi lokomotif utama penggerak ekonomi nasional. "Dengan capaian tersebut, sektor industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi terhadap ekonomi, yaitu sebesar 1,04%, menegaskan peran strategis sektor manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi nasional," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

Related Post
Pertumbuhan signifikan sektor manufaktur ini didorong kuat oleh kinerja ekspor dan investasi. Pada triwulan III 2025, ekspor non migas melonjak 12,56% (YoY) dan menyumbang 85,21% dari total ekspor nasional. Lima komoditas manufaktur unggulan yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi adalah lemak dan minyak hewan/nabati, besi baja, mesin dan peralatan listrik, perhiasan dan permata, serta kendaraan dan bagiannya, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 50,34%, 15,88%, 17,55%, 82,43%, dan 8,12%.
"Produk manufaktur telah menjadi andalan dalam ekspor Indonesia ke luar negeri. Hal ini tidak saja membuktikan daya saing perusahaan industri dalam negeri mampu bersaing dengan perusahaan industri negara lain, namun juga telah menjadi motor penggerak perekonomian. Pertumbuhan ekspor produk manufaktur pada kuartal ini juga terus berdampak terhadap surplus neraca dagang Indonesia," jelas Agus.
Sepanjang Januari hingga September 2025, investasi di sektor manufaktur mencapai Rp 562,7 triliun, terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 178,9 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp 383,8 triliun.
"Dari sisi investasi, industri manufaktur menyumbang 37,73% terhadap total investasi nasional. Sementara untuk ekspor, kontribusinya bahkan mencapai 81% dari total ekspor nasional. Hal ini menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia terutama sektor manufaktur masih menarik bagi investor asing dan dalam negeri," imbuh Agus.
Sektor ini juga menjadi penyerap tenaga kerja yang signifikan, dengan 20,31 juta pekerja atau sekitar 13,86% dari total tenaga kerja nasional. Dalam periode Februari-Agustus 2025, industri pengolahan menyerap sekitar 210 ribu tenaga kerja, menjadikannya sektor ekonomi kedua terbesar setelah konstruksi.
"Industri pengolahan telah menjadi sektor penyerap tenaga kerja kedua terbesar pada periode Februari sampai Agustus 2025. Hal ini membuktikan bahwa kinerja manufaktur telah menciptakan lapangan kerja formal bagi rakyat Indonesia yang telah masuk usia kerja," kata Agus.
Lebih lanjut, Agus menambahkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur berkontribusi pada ekonomi keluarga pekerja dan perekonomian nasional, bahkan beberapa industri telah menyerap pekerja yang terkena PHK di sektor lain.
Meskipun tumbuh positif, utilisasi sektor manufaktur masih berada di level 59,28%. Hal ini mengindikasikan adanya potensi untuk meningkatkan utilisasi produksi melalui peningkatan permintaan produk manufaktur, baik di pasar domestik maupun ekspor, serta peningkatan efisiensi produksi untuk mencapai titik optimal.







Tinggalkan komentar