Redaksibengkulu.co.id – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel yang semakin memanas, diperparah dengan serangan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran, diprediksi akan membuat harga minyak dunia meroket. Analis memperkirakan lonjakan harga minyak mentah hingga US$ 3-5 per barel. Potensi kenaikan ini bahkan bisa jauh lebih tinggi jika Iran memberikan balasan keras yang mengganggu pasokan minyak global. Iran sendiri merupakan produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC.
Jorge Leon, kepala analisis geopolitik di Rystad Energy, menyatakan bahwa pasar sudah memperhitungkan risiko geopolitik yang lebih tinggi, sehingga harga minyak diperkirakan akan melonjak. Meskipun pasokan minyak dari negara-negara lain masih stabil dan kapasitas produksi cadangan cukup memadai untuk mencegah lonjakan harga yang terlalu drastis, ancaman terhadap jalur pengiriman minyak di Selat Hormuz menjadi kekhawatiran utama. Sekitar seperlima dari konsumsi minyak dunia melewati selat vital tersebut.

Minyak mentah Brent, patokan harga minyak global, terakhir ditutup pada US$ 77,01 per barel pada Jumat lalu, sementara West Texas Intermediate (WTI) di angka US$ 73,84 per barel. Sejak konflik dimulai pada 13 Juni 2025, harga Brent telah naik 11%, dan WTI sekitar 10%. Konflik tersebut bermula dari serangan Israel ke situs nuklir Iran, yang kemudian dibalas Iran dengan serangan rudal ke Tel Aviv.

Related Post
Giovanni Staunovo, analis di UBS, menjelaskan bahwa arah harga minyak ke depan bergantung pada dua faktor utama: adanya gangguan pasokan atau de-eskalasi konflik. Pernyataan seorang anggota parlemen senior Iran pada 19 Juni lalu yang menyatakan kemungkinan penutupan Selat Hormuz sebagai aksi balasan semakin menambah kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan dan lonjakan harga minyak yang signifikan. Situasi ini tentunya perlu dipantau secara ketat mengingat dampaknya yang luas terhadap perekonomian global.
Leave a Comment